Novel Cerita Silat Jawa

Cerita Silat Jawa

Prakata
Tokoh dalam cerita ini adalah fiktif belaka, bersifat untuk menghibur semata dan suatu bentuk kebanggaan saya terhadap sejarah nusantara.

Cerita ini hanya permainan kata-kata, hanya cerita yang ngaya wara, dilebih-lebihkan dan tidak perlu diyakini kebenarannya. Tetapi paling tidak ada segi positif dalam perjalanan hidup beberapa tokoh yang ditampilkan. Menghargai sesama, tidak merasa derajatnya lebih tinggi dari orang lain, pengabdian tidak selalu berbuah imbalan yang nyata tetapi kemaslahatan dan ketenteraman hati. Bahwa pengabdian dengan tujuan yang benar dan hati tulus, hanya Yang Maha Kuasa yang Maha Mengetahui.
Dendam bukanlah jalan keluar yang baik. Menyimpan dendam adalah merusak kesucian hati. Ikhlas dan ikhtiar adalah jalan terbaik dalam menyongsong luasnya cakrawala hidup. Keadilan bisa diperjuangkan, tetapi menghakimi sendiri bukanlah penyelesaian.
Motivasi pengarang hanya ingin menambah khasanah cerita lokal yang berbudaya, disamping membangkitkan kembali kenangan kita akan era kejayaan cersil lokal.

Cerita fiksi ini berlatar istana Demak saat terjadi pertentangan tahta, dan juga peralihan kekuasaan Kesultanan Pajang.
Tokoh dalam serial ini Adalah Linggar Wulung yang terusir dari tanah kelahirannya Matesih (sekarang Meteseh).



"Ealaaah.., gunung Tidar langite tansah jembar...."
"Pengen sugih lan kawentar, kasunyatane ambyar....."
"Anane mung  angkara..., angkara amargi tindhak lan tandhuke menungsa"
"Nggolek bandha nanging ora gelem rekasa, malah ngrebut arthane wong liya"
"Ealaah... Gunung Tidar kemulan kabut..., wong kan luput pikire tansah semrawut"
Ketamakan telah merasuk ke dalam jiwa-jiwa manusia yang dengki. Dengki akan sesuatu yang tak dimilikinya. Sifat tamak seperti racun yang menyebar dan menyusup ke dalam hati manusia. Merusak nalar dan akal pikir manusia menjadi dangkal. Ketika hati begitu rentan akan nafsu duniawi, ketamakan itu bagai duri-duri kemarung yang mencuat ke permukaan menunggu jejak langkah yang terperangkap. 

Atas nama kuasa, manusia rela menghasut dan menginjak-injak kehormatan orang lain. Tidak perduli perbuatannya itu telah menistakan dirinya sendiri dihadapan sesamanya, terlebih lagi dihadapan Yang Maha Kuasa.

Selamat Membaca...

Teroesir Dari Matesih


Pengikut